Jaib Najhan :: Pengertian dan Asal Usul Jabariah dan Qadariah
Tulisan kali ini adalah sebagai jawaban dari salah satu penanya di blog saya ini. sebenarnya pertanyaannya sudah sangat lama, namun saya lupa dan baru tadi saya ingat karena saya membaca komentar-komentar yang ada di blog ini.
Mari kita langsung kepada pokok pembahasan "
Pengertian dan Asal Usul Jabariah dan Qadariah"
Jabariah, Madzhab ini muncul bersamaan dengan kehadiran Qadariyah di daerah Kurasan, adalah aliran di ilmu kalam yang berpandangan bahwa segala yang wujud di alam semesta, termasuk manusia, terikat pada Qadrat dan Irodat Allah SWT semata. Jabariah adalah pemahaman yang mengatakan bahwa amal shalih bukanlah sebab masuknya kita ke surga dalam segala hal, dan sebaliknya adalah Qadariyah, yang meyakini bahwa surga adalah bayaran dari amal kita secara mutlak. dan kedua faham ini bathil, bahwa kita beramal dan Allah swt menentukan diterimanya amal itu atau tidak. tentunya kita tak berpangku tangan, tidak pula mengandalkan amal untuk memastikan masuk surga dan bebas dari neraka.[4]
Qadariah muncul sekitar tahun 70 H ( 689 M ). Ajaran-ajaran ini banyak persamaannya dengan
Mu’tazilah. Kehadiran Qadariah merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, aliran ini selalu mendapat tekanan dari pemerintah, namun paham Qadariah tetap berkembang. Dalam perkembangannya, paham ini tertampung dalam madzhab mu’tazilah.[5]
Gambaran tentang faham ini secara umum juga disampaikan oleh Philip K. Hitti dalam bukunya, yaitu: “Qadariya was one of the earliest philosophical schools of thought in Islam.”[6]
Kata jabariah berasal dari kata “jabara” جبر (Arab: جبرية jabarîyah”, artinya “Paham Keterpaksaan[Manusia])”[7] yang artinya “memaksa”. Secara istilah Jabariah adalah suatu golongan yang mengatakan segala perbuatan manusia sesungguhnya datang dari Allah dengan kata lain segala perbuatan manusia terpaksa dilakukan.
Faham ini berasal dari memahami beberapa ayat-ayat Al-Qur’an, diantara Ayat yang menjadi alasan faham ini adalah :
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
“Allah menciptaan kamu dan apa yang kamu perbuat” (Q.S. Ash-Shaffat: 96)[8]
Qadariah berasal dari bahasa Arab yaitu qadara قدر artinya kemampuan dan kekuatan, sedangkan arti terminologinya adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan atau perbuatan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan.
Golongan ini menyatakan bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan, seperti ayat Qur’an menyatakan :
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
“ Katakanlah, kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau (beriman) beriman lah ia, dan barang siapa yang ingin kafir biarlah ia kafir (Q.S. Al-Kahfi : 29)[9]
Firman Allah :
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, kecuali mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-Ra’ad : 11)[10]
Tokoh-tokoh Jabariah dan Qodariah
Faham Jabariah pertama kali dipopulerkan oleh Ja’d bin Dirham di Basrah. Ide jabariah ini kemudian terpelihara dalam gerakan pemikiran muridnya yaitu Jahm bin Shafwan, yang kepadanya dinisbatkan aliran Jahmiyah. Di samping menerima ide jabariah, Jahm juga mengembangkan pemikiran-pemikiran lain seperti mengemukakan pendapat bahwa surga dan neraka bersifat fana, iman adalah ma’rifah dan kekufuran adalah jahl, kalam Allah bersifat tidak qadim, Allah bukan sesuatu dan tidak bisa dilihat pada hari kiamat.
Sedangkan faham Qadariah dengan tokoh utamanya Ma’bad bin Khalid al-Juhani dan Ghailan al-Dimasyqi menyatakan bahwa semua perbuatan manusia adalah karena kehendaknya sendiri, bebas dari kehendak Allah. Jadi, perbuatan manusia berada di luar ruang lingkup kekuasaan atau campur tangan Allah.
Jaham ibn Shafwan (wafat 129 H/746 M), pembangun aliran Jabariah, adalah bekas Paderi[11] Nasrani. Begitupun Ghailan Al Dimsyaqi[12]
Ajaran-ajaran Jabariah dan Qodariah
1. Ajaran-ajaran(doktrin) Jabariah
a. Golongan Ekstrim
Mengatakan bahwa segala sesuatu perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan pada dirinya.
Pendapat Jham bin Shofyan orang dari khurasan dan tinggal di Khuffah mengatakan tentang teologi Jabariah Ekstrim adalah:
Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, tidak mempunyai daya, tidak mempunyai pilihan.
Surga dan neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain Tuhan
Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati.
Al-qur’an adalah makhluk.
b. Golongan Moderat
Mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan baik dan buruk, tetapi manusia mempunyai bagian didalamnya.
Pendapat An-Najjar (wafat : 230 H) diantara pendapatnya dari Jabariah Moderat dari golongan Jabariah Moderat adalah :
1. Tuhan menciptakan segala sesuatu perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat nanti, tetapi Tuhan bisa saja memindahkan hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
Namun secara garis besarnya Ajaran faham mereka adalah;
a. Iman dan taat, serta kufur dan maksiat semata-mata dari Allah. Tiada manusia berbuat, bercita-cita dan berdoa.
b. Gugur taklif syarak daripada hamba.
c. Berbuat baik tidak dapat kebajikan atau pahala, berbuat maksiat tidak dapat balasan dan putus asa daripada rahmat Allah.
d. Berbuat baik tidak dapat pahala, berbuat jahat tidak dapat siksa.
e. Tafakur itu lebih baik daripada segala ibadah fardlu atau sunah.
f. Siapa yang menjadi kekasih Allah dan bersih daripada hawa nafsu yang jahat dan berilmu tidak perlu lagi berbuat amal ibadah.
g. Bahwa orang-orang kafir dan ahli-ahli maksiat tidak akan ditanya di akhirat kelak karena segala-galanya itu Allah yang melakukannya.
h. Bahwa Allah tidak menyiksa semua hamba-hambanya, kalau Allah menyiksa
juga maka Allah itu zalim.
i. Allah menghidupkan semua yang kafir dan segala orang yang bersalah di dalam neraka, setelah itu dimatikan pula dan tidak hidup lagi selama-lamanya.
j. Apabila Allah selesai menciptakan makhluk maka beristirahatlah Ia. Setiap suatu yang zahir pada waktunya yang ditetapkan itu, dengan sendirinya putus hubungan dengan Allah.
k. Apabila sampai kepada derajat kekasih Allah (wali Allah) yang tinggi gugurlah taklif syara’ hanya tafakkur semata-mata.
l. Harta dunia bersyarikat di antara semua keturunan Adam dan Hawa, halal mengambilnya tidak hak tagihan ahlinya.
m. Apabila terasa dalam hati hendak melaksanakan sesuatu kebajikan atau kejahatan hendaklah segera mengerjakannya karena itu wahyu Allah yang dimasukkan di dalam hati.
n. Barangsiapa belajar ilmu jadilah ia berada dalam syirik dan meneguhkan daripadanya jadilah ia kafir.
o. Bahwa semua yang difardhukan oleh Allah boleh dikerjakan jika rajin dan boleh ditinggalkan jika malas.
p. Segala perintah Allah itu hanya sekali saja tidak berulang-ulang.
q. Hamba tiada mukallaf selain daripada iman dan kufur.
r. Disebut mukmin hanya mengucap dua kalimah syahadat, menghilangkan dua kalimah syahadat jadi kafir. Tidak perlu lagi melaksanakan lebih daripada itu.
2. Ajaran-ajaran(doktrin) Qodariah
Golongan ini menyatakan bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan, dan secara garis besar Ajaran faham mereka adalah;
a. Segala usaha ikhtiar, semata-mata dari Manusia. Tiada campur tangan Allah dalam perbuatan itu.
b. Syaitan itu serupa dengan Allah kerana tidak mempunyai wujud yang nyata.
c. Berbuat kejahatan itu seperti syaitan dan berbuat kebaikan itu seperti Allah.
d. Qada’ dan Qadar itu bukan daripada Allah.
e. Beramal ibadah itu sia-sia karena tiap-tiap baik dan jahat itu azali.
f. Tidak ada syurga, neraka, hisab, mizan dan belum dijadikan Allah.
g. Bahwa segala amal ibadah daripada hamba semata-mata tidak diketahui memperoleh pahala atau siksa jika melaksanakan atau meninggalkannya.
h. Bahwa Allah tiada menjadikan syaitan karena jika Allah menjadikan syaitan maka Allah juga menjadikan kekufuran maka sesungguhnya Allah itu berkehendak wujud kekufuran.
i. Bahwa segala amal ibadah Allah semata-mata iman dan kufur.
j. Benci kepada shalat fardhu dan suka kepada shalat sunah. Maka shalat yang empat rakaat dijadikan dua rakaat saja.
k. Segala kitab-kitab Allah yang turun dari langit tidak mansuh, wajib beramal dengan semua isi kandungannya.
Telaah Pemikiran Antara Paham Qadariah dan Jabariah
Perbuatan Tuhan dan Manusia
Dari gambaran diatas penulis memberikan analisa bahwa Perbuatan manusia, siapakah yang melakukan, manusia atau Tuhan? Pertanyaan tersebut telah diperdebatkan di dalam sejarah teologi Islam. Perdebatan itulah yang melahirkan dua faham ini. Menurut faham jabariah, perbuatan jabariah pada dasarnya bukan manusia yang melakukannya, tetapi tuhan.
Manusia tidak berdaya atas perbuatannya. Kalaupun ada daya di dalam diri manusia untuk berbuat, maka daya tersebut tidak efektif. Yang efektif adalah daya tuhan yang menentukan perbuatan manusia. Jadi menurut faham ini bisa dikatakan posisi manusia jabariah dengan perbuatannya, digambarkan bagai kapas yang melayang menurut arah mata angin saja. Atau, bagai wayang yang berlakon (jawa:bertindak), tapi lakon itu sepenuhnya oleh dalang.
Adapun dalam faham Qodariah, perbuatan manusia dilakukan oleh manusia, bukan Tuhan. Daya yang diberikan Tuhan ke dalam diri manusia, dipakai sepenuhnya oleh manusia untuk melakukan perbuatannya.
Dalam hal ini, faham Jabariah melahirkan manusia fatalistik. Sedang, faham Qodariah melahirkan manusia optimistik. Karena bebas melakukan perbuatannya, maka menjadi logis dalam teologi Qodariah, jika manusia bertanggung jawab atas perbuatannya. Akan tetapi, logiskah untuk meminta tanggung jawab serupa, teologi Jabariah, di mana manusia terpaksa dengan perbuatannya karena Tuhan yang menentukan?
Bagaimana dengan nasib hidup manusia?
Lantas… bagaimana kita selaku manusia mensikapi akan kedua konsep faham tersebut? Seperti juga makhluk ciptaan Tuhan lainnya tanpa terkecuali, garis kehidupan manusia telah di polakan oleh Tuhan. Hanya makhluk berakal seperti manusia yang mampu melakukan “improvisasi” atas pola hidupnya dan juga bisa jadi mempengaruhi pola hidup makhluk lainnya. Diluar makhluk yang berakal, semua mengikuti fitrahnya hanyut ke dalam pola kehidupan yang telah final digariskan Tuhan mengikuti evolusi yang dirancang Tuhan dengan keseimbangan kosmos, keseimbangan lingkungan sebagai motor kompas[13]gerakannya.
Proses “improvisasi” atas pola kehidupan pemberian Tuhan bukan tidak terbatas. Kemampuan manusia berimprovisasi telah ditakar oleh Tuhan dalam bentuk qadar baik dalam bentuk potensi bakat atau software program[14]kehidupan tertentu.
Proses “improvisasi” manusia atas pola kehidupannya sendiri yang telah digariskan oleh Tuhan dibatasi oleh qadar tuhan atas masing-masing manusia itu sendiri yaitu oleh potensi yang dianugerahkan Tuhan atasnya.
Tergantung kepada manusia sendiri ingin memasukkan “input” seperti apa ke dalam “software program” kehidupannya. Akan tetapi untuk mendapatkan “input” itu sendiri sudah ada pula takarannya, takaran dari Tuhan, sehubungan potensi lahir dan batin manusia yang telah ditakar pula oleh-Nya. Oleh karenanya, “output”nya atau perolehan nasib kehidupannya tertakar pula kisarannya dari nilai minimum ke maksimum. Memang manusia berusaha, tetapi tidak lepas dari ketentuan manusia yang telah terukir kisarannya. Hanya perlu dicamkan bahwa bentuk “improvisasi” dapat berdampak mengurangi nilai akumulasi keseluruhan usaha manusia yang bersangkutan.
Maka bisa dikatakan, manusia bebas melakukan apapun sesuai apa yang dikehendakinya. Namun pada dasarnya ia tidak sepenuhnya bebas. Manusia sebenarnya telah terikat kepada setiap apa yang ia lakukan dalam artian antara lain menanggung seluruh akibat atas apa yang ia lakukan. Keterikatan kepada akibat atas apa yang ia lakukan tidak mungkin di hindarkan karena keberadaan manusia sebagai unsur alam yang harus patuh kepada aturan-aturan Tuhan berupa hukum alam atau sunnatullah. Seperti telah berkali-kali disebutkan bahwa bunyi sunnatullah perihal ini antara lain tercantum dalam (QS. 52: 21)[15] tersebut bahwa setiap orang terikat dari apa yang ia usahakan.
Contoh, umpamanya kasus manusia dapat membunuh semut dengan kesengajaannya sehingga manusia mengaku mampu menentuan umur semut tersebut adalah seperti Fir’aun yang dapat menentukan hidup dan matinya manusia di bawah kekuasaannya. Dalam kasus ini, manusia di bawah kekuasaannya. Dalam kasus ini, manusia dan Fir’aun tersebut memiliki kekuasaan atau kekuatan pemberian Tuhan untuk melaksanakan kehendak mereka. Manusia dan Fir’aun tersebut dapat menguasai sebab-sebab kejadian yang dikehendakinya untuk terjadi. Kehendak Tuhan melewati kehendak manusia dan Far’aun tersebut. Dalam kondisi seperti inilah manusia dapat mengatakan bahwa ia dapat menentukan nasib kehidupan berkat anugerah limpahan kehendak dan kekuasaan Tuhan kepadanya. Bahwa apa yang ia dapatkan tergantung dari apa yang ia usahakan baik lahir maupun batin atau dunia maupun akhirat. Pada posisi seperti inilah ayat-ayat suci al-Qur’an yang mendukung paham Qadariah dimaknakan. Kondisi atau posisi seperti inilah kondisi atau posisi Qadariah.
Akan tetapi, tidak semua kejadian terjadi dengan kondisi Qadariah, dimana manusia mampu menguasai atau mengendalikan sebab-sebab terjadinya suatu kejadian bahkan sangat banyak kejadian mulai dari musibah hingga keberuntungan di mana manusia sama sekali tidak berdaya atas suatu kejadian yang menimpa diri atau masyarakatnya. Sebagai misal, orang yang terkena musibah kecelakaan pesawat terbang seperti juga musibah tenggelamnya Fir’aun dan pasukannya di laut Merah pada zaman Nabi Musa as. Terjadi diluar kehendak mereka yang terkena musibah. Mereka sama sekali tidak berdaya mengendalikan sebab-sebab terjadinya musibah, mereka terpaksa atau dipaksa oleh kehendak kompleks, yaitu kehendak alam lingkungan yang unsurnya kompleks untuk menerima musibah tersebut. Kehendak Tuhan terlaksana melewati kehendak kompleks. Ini bukan hanya dalam peristiwa musibah saja, banyak juga peristiwa keberuntungan kejadiannya sama sekali diluar kesengajaannya. Inilah posisi atau kondisi Jabariah. Pada posisi seperti inilah ayat-ayat suci al-Qur’an yang mendukung paham Jabariah dimaknakan.
Kesimpulan
Paham Qadariah dan Jabariah Suatu Paham yang saling bertentangan, dan kedua paham ini bukanlah termasuk paham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah ada di tengah-tengah kedua paham ini, yaitu dengan berikhtiar dan menyerahkan hasil kepada Allah SWT, begitulah faham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. dan untuk lebih jelasnya mengenai Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, silahkan anda baca [
Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA)].
Sekian Penjelasan saya mengenai Paham Jabariah dan Qadariah, semoga artikel ini bermanfaat buat kita semua amin.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999 )
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya.Surabaya. Mahkota.1989
Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban,Penyunting: Budhy Munawar-Rachman, Editor: Ahmad Gaus AF, et.al.
Fathul Baari Almasyhur juz 11
Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan,(Jakarta; Bulan Bintang, 1976)
Philip K. Hatti, History of Syria including Lebanon and Palestine, (Macmillan Press, London, 1970)
________________________________________
[1] Makalah disampaikan pada diskusi mata kuliah Sejarah Pemikiran Islam semester 1 Prodi Pendidikan Agama Islam(PAI) Program Pascasarjana STAIN Bengkulu, Tahun Akademik 2009/2010
[2] Mahasiswa Program Pascasarjana STAIN Bengkulu
[3] Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban,Penyunting: Budhy Munawar-Rachman, Editor: Ahmad Gaus AF, et.al.,
[4] Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 296
[5] Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999 )
[6] History of Syria including Lebanon and Palestine, by Philip K. Hitti, pg. 499
[7] Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban,Penyunting: Budhy Munawar-Rachman, Editor: Ahmad Gaus AF, et.al.,
[8] Q.S. Ash-Shaffat: 96
[9] Q.S. Al-Kahf : 29
[10] Q.S. Ar-Ra’ad : 11
[11] Pejuang(penulis)
[12] Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 296
[13] Maksudnya: penunjuk arah
[14] Maksudnya: seperangkat program tertentu yang dimasukkan kedalam
[15] Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”
[16] Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan,(Jakarta; Bulan Bintang, 1976)
[17] Kesuma
Tambahan:
Mohon Dalam Mengkaji Ilmu Tauhid langsung kepada Guru, karena sangat bahaya mengaji tauhid melalui tulisan. tulisan ini hanya sebagai tambahan referensi saja, dan apabila ada kekurangan atau kesalahan dalam tulisan mohon diinformasikan kepada saya agar saya bisa memperbaikinya.
Semoga Allah Selalu Mencurahkan Rahmat dan Hidayahnya kepada Kita Semua amin.